Senin, 31 Desember 2012

Mengunjungi Sang Penjaga Kearifan Padjajaran


Terhenyak ketika saya membaca tentang kisah Kerajaan Pakuan Padjajaran. Bagaimana arus balik meluluhlantakkan kerajaan ini. Prabu Surya Kencana dengan arifnya tetap bertahan menjaga idealismenya dan tak kenal gentar meskipun ia harus lari ke daerah hutan bersama para perwiranya. Konon sang prabu dan pengikut setianya harus tinggal di tanah itu, Baduy namanya.

Rasa penasaran mencuat di ubun-ubun saya dan ingin rasanya saya pergi ke tanah Baduy. Siang hari itu, diawali obrolan ringan di kantor dan rasa penasaran terhadap Kerajaan Padjajaran saya mencoba mengajak beberapa kawan jalan ke pedalaman Suku Baduy.

Akhirnya ide yang sempat terbisik di pikiran saya mengunjungi suatu suku di pedalaman tanah Baduy pun disetujui mereka. Dari hasil obrolan tersebut akhirnya keesokan hari malamnya saya dengan tiga orang teman berangkat menuju Kota Rangkas di Banten, mengunakan kereta tua jurusan Jakarta – Rangkas. Dari stasiun kami berjalan menuju alun-alun Kota Lebak. Pada malam itu maksud hati ingin tidur di Masjid Agung Kota Lebak, tetapi gerbang masjid terkunci rapat. Akhirnya malam hari itu kami habiskan dengan menginap di Masjid RS. Adjidarmo.

Ketika subuh mencuat kami terbangun bersama dengan beberapa orang yang bersiap untuk sholat subuh di masjid itu. Rombongan kami pun mulai packing dan meninggalkan masjid menuju pasar untuk membeli beras dan ikan asin yang konon menjadi menu favorit warga Baduy. Lalu dari pasar kami menumpang angkot menuju Terminal Aweh. Sesampainya di terminal pagi itu setelah menempuh 15 menit perjalanan sebuah mobil Elf bertuliskan ‘Rangkas-Ciboleger’ sudah gagah menunggu di sana. Desa Ciboleger adalah gerbang terdekat untuk mengunjunggi perkampungan Baduy. Beberapa jam menunggu Elf pun masih diam di tempatnya, sampai akhirnya ketika jarum jam menunjukan jam 11 mobil baru menyusuri jalan menuju Ciboleger.


 Terminal Aweh, terminal untuk menuju Ciboleger